Kamis, 01 Maret 2012

Hajar Aswad

Sahabat, telah kita pahami bahwa segala apa yang memiliki wujud lahiriyah di semesta raya ini, maka ia mempunyai dimensi batiniyah juga. Memang ada beberapa pekara yang hanya berdimensi batiniyah saja tanpa lahiriyah. Rasa, misalnya. Itulah makanya ia tidak pernah bisa didzahirkan, bisanya sebatas dirasakan. Contoh lain, pikiran. Seperti apa wujud dzahir pikiran? Entahlah. Tapi kita dapat meyakini bahwa itu ada, bukan?
Kembali ke Hajar Aswad. Pada adanya, batu hitam itu punya wujud lahiriyah, berarti ada dimensi batiniyahnya. Nah, bagaimanakah? Apa maknanya sampai2 Muhammad SAW ‘berkenan’ mencium sang batu? Kalau dikatakan bahwa Hajar Aswad semata2 hanya batu berwarna hitam tanpa ada apa2nya, saya tidak sependapat. Dzahirnya benarlah ia batu (terlepas meteorit atau bukan), namun pasti ada ‘muatan makna’ yang melekat di dalam keheningannya. Tidak mungkin tidak.
Dari Ibnu Abbas ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad turun dari surga, berwarna lebih putih dari susu lalu berubah menjadi hitam akibat dosa2 bani Adam.” (HR. Timirzi, An-Nasa`i, Ahmad, Ibnu Khuzaemah dan Al-Baihaqi).

‘Surga’ adalah martabat ketenangan hakiki. ‘Putih’ bermakna bersih, ‘hitam’ bermakna kotor. Ia yang semula bersih awal diturunkan dari martabat ketenangan hakiki, kemudian menjadi kotor karena dosa manusia. Kuncinya ada di kata ‘dosa’. Bahwa, maknawiyah Hajar Aswad memiliki keterkaitan dengan perkara dosa anak cucu Adam.
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah akan membangkitkan Hajar Aswad pada hari kiamat dengan memiliki dua mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat berbicara. Ia akan memberikan kesaksian kepada siapa yang mengusapnya dengan hak.” (HR Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, At-Tabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Asbahani).
Kalimat ‘mengusapnya dengan hak’ bermakna mengelolanya atau mengendalikannya dengan benar. Bahwa, maknawiyah Hajar Aswad yang memiliki keterkaitan dengan perkara dosa manusia itu pada saatnya kelak akan memberikan kesaksian atas mereka (orang2) yang mengelola atau mengendalikannya dengan benar.
Dari telaahan ringkas atas dua hadits tersebut, kiranya sudah dapat kita tarik benang merah mengenai maknawiyah Hajar Aswad. Ada yang tahu? Benar.., nafsu. Dimensi batiniyah atau makna simbolis batu hitam itu adalah nafsu manusiawi. Ia memiliki keterkaitan langsung dengan perkara dosa2 kita. Ia pula yang kelak akan memberikan kesaksiannya..

Sekarang, mari kita perhatikan letak Hajar Aswad yang menempel di dinding Ka’bah. Sudah kita pahami bahwa dimensi batiniyah atau makna simbolis Masjidil Haram adalah ‘hati’. Di dalam ‘hati’ Masjidil Haram ini terdapat ‘hatinya hati’ alias ‘qalbu’ yang disimbolkan dengan Ka’bah. Mengenai ini sudah pernah dibahas pada artikel “Kiblat”. Monggo dijenguk kalau rindu.
Selanjutnya, pada Ka’bah menempel Hajar Aswad yang menyimbolkan nafsu. Jadilah qalbu kita direcokin melulu oleh nafsu, hehe. Dan, memang demikian adanya, bukan? Itulah makanya kita berkewajiban untuk memuslimkan nafsu. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Nafsuku telah muslim.”
Sampai di sini barangkali sudah bisa kita tarik benang merah maknawiyah atas pertanyaan, “Mengapa Muhammad mencium Hajar Aswad?” Kepada teman2 yang berkenan memaparkan pendapatnya, waktu dan tempat saya persilakan. Aku mau bobo dulu ya, hehe…


**in memoriam....andi bombang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar